Selasa, 17 April 2012

Komersialisasi Pendidikan Indonesia

Pendidikan merupakan hal mendasar yang harus diperoleh oleh semua warga negara. Setiap warga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa melihat status sosial warga tersebut. Hal ini diatur dalam konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun idealitas ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah akibat meruaknya praktik komersialisasi pendidikan yang menyebabkan idealitas hanya sebatas impian belaka. Dewasa ini pendidikan semacam diperjualbelikan oleh sebagian oknum yang memegang kendali atas pendidikan dan lembaga pendidikan. Dengan embel-embel "pendidikan yang bermutu itu harus mahal" mereka berlomba mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Akan tetapi, disadari atau tidak, mereka telah menciptakan jurang pemisah antara si miskin dengan si kaya.

Tulisan ini akan membahas tentang realitas komersialisasi pendidikan di Indonesia serta solusi yang sebaiknya dilaksanakan untuk mengikis praktik komersialisasi di Indonesia. Sebab, negara yang baik adalah negara yang memerhatikan pendidikan warganya.

UN dan Pudarnya Pendidikan Karakter

 Setiap menjelang ujian nasional (UN), para peserta UN selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan untuk menyiapkan diri supaya bisa lulus ujian. Tidak terkecuali dalam menghadapi ujian tahun ini yang rencananya akan dilaksanakan pada pertengahan bulan April 2012 untuk tingkat SMP dan SMA sederajat.
Persoalannya adalah di setiap UN digelar hanya menguntungkan daerah-daerah yang mutu pendidikannya lebih tinggi, tetapi lebih merugikan daerah-daerah yang mutu pendidikannya lebih rendah. Kita seringkali menyaksikan sekolah-sekolah dengan kondisi bangunan yang menyedihkan, peralatan sekolah yang serba minimal, dan guru yang serba kekurangan.

Senin, 16 April 2012

TERSESAT DI SURGA (SUFI NEWS)

Seorang pemuda, ahli amal ibadah datang ke seorang Sufi. Sang pemuda dengan bangganya mengatakan kalau dirinya sudah melakukan amal ibadah wajib, sunnah, baca Al-Qur’an, berkorban untuk orang lain dan kelak harapan satu satunya adalah masuk syurga dengan tumpukan amalnya.
Bahkan sang pemuda tadi malah punya catatan amal baiknya selama ini dalam buku hariannya, dari hari ke hari.
“Saya kira sudah cukup bagus apa yang saya lakukan Tuan…”
“Apa yang sudah anda lakukan?”
“Amal ibadah bekal bagi syurga saya nanti…”
“Kapan anda menciptakan amal ibadah, kok anda merasa punya?”
Pemuda itu diam…lalu berkata,
“Bukankah semua itu hasil jerih payah saya sesuai dengan perintah dan larangan Allah?”

“Siapa yang menggerakkan jerih payah dan usahamu itu?”
“Saya sendiri…hmmm….”
“Jadi kamu mau masuk syurga sendiri dengan amal-amalmu itu?”
“Jelas dong tuan…”
“Saya nggak jamin kamu bisa masuk ke syurga. Kalau toh masuk kamu malah akan tersesat disana…”
Pemuda itu terkejut bukan main atas ungkapan Sang Sufi. Pemuda itu antara marah dan diam, ingin sekali menampar muka sang sufi.
“Mana mungkin di syurga ada yang tersesat. Jangan-jangan tuan ini ikut aliran sesat…” kata pemuda itu menuding Sang Sufi.
“Kamu benar. Tapi sesat bagi syetan, petunjuk bagi saya….”
“Toloong diperjelas…”

“Begini saja, seluruh amalmu itu seandainya ditolak oleh Allah bagaimana?”
“Lho kenapa?”
“Siapa tahu anda tidak ikhlas dalam menjalankan amal anda?”
“Saya ikhlas kok, sungguh ikhlas. Bahkan setiap keikhlasan saya masih saya ingat semua…”
“Nah, mana mungkin ada orang yang ikhlas, kalau masih mengingat-ingat amal baiknya? Mana mungkin anda ikhlas kalau anda masih mengandalkan amal ibadah anda?
Mana mungkin anda ikhlas kalau anda sudah merasa puas dengan amal anda sekarang ini?”

Pemuda itu duduk lunglai seperti mengalami anti klimaks, pikirannya melayang membayang bagaimana soal tersesat di syurga, soal amal yang tidak diterima, soal ikhlas dan tidak ikhlas.
Dalam kondisi setengah frustrasi, Sang sufi menepuk pundaknya.
“Hai anak muda. Jangan kecewa, jangan putus asa. Kamu cukup istighfar saja. Kalau kamu berambisi masuk syurga itu baik pula. Tapi, kalau kamu tidak bertemu dengan Sang Tuan Pemilik dan Pencipta syurga bagaimana? Kan sama dengan orang masuk rumah orang, lalu anda tidak berjumpa dengan tuan rumah, apakah anda seperti orang linglung atau orang yang bahagia?”
“Saya harus bagaimana tuan…”

“Mulailah menuju Sang Pencipta syurga, maka seluruh nikmatnya akan diberikan kepadamu. Amalmu bukan tiket ke syurga. Tapi ikhlasmu dalam beramal merupakan wadah bagi ridlo dan rahmat-Nya, yang menarik dirimu masuk ke dalamnya…”
Pemuda itu semakin bengong antara tahu dan tidak.
“Begini saja, anak muda. Mana mungkin syurga tanpa Allah, mana mungkin neraka bersama Allah?”
Pemuda itu tetap saja bengong. Mulutnya melongo seperti kerbau.